Narasi Tidur Si Cucu, Rumah Perapian, Di Pesisir Laut Pasang
Mei 19, 2013

Dimuat Padang Ekspres, Minggu, 19 Mei 2013 ||
Narasi Tidur Si Cucu
ke pematang jua aku segera berlari
kembali ke rumah bergonjong tiris nun di seberang sawah
menjemput remah-remah kenangan yang kian memucat
kulipat bayang para bocah yang menjinjing lelah
usai bermain-main dengan alam dan tawa
di bibir bandar, rumpun bambu, batu sisa galodo
begitu pula tentang tanah lapang, layang-layang dengung
dan buah jambu bernasib malang yang matang di dalam rahang
peluh memegang pensil
tak selebat keringat menggenggam sabit
buku dan goni saling cemburu
guru dan ibu saling memburu
begitulah waktu
akan tetapi, ada semayam api di jauh atma
terpatri pada jejak yang menuntun laju tapak
hingga senja menuntun malam
dan malam menuntut kisah
Rumah Perapian
aku berada di dalam perapian yang memberi keleluasaan
di dalam sebuah rumah di mana khayal bergelora
kepada bentuk-bentuk sederhana dalam imaji asap
jendera yang diselimuti debu
melukis kerontang daun di halaman
tengah berpesta pora
bersama piuh angin di musim beku
rumahku beratapkan cinta
melindungiku dari ruah angkara
dari rupa-rupa lara
tiang-tiang saling pikul dalam jarak teratur
menopang rindu yang kerap tak terukur
di antaranya seperti batu-batu yang bersitumpuk
sebagai ruangan lapang
di mana kenangan dipakukan
pada bingkaian gambar yang terhampar
aku berada di dalam perapian
yang tanpa sadar membakar keleluasaan
Di Pesisir, Laut Pasang
percayalah
tubuhmu ada di seberang, jemput ia
berdayunglah, dayung dengan kegilaan
kepergian tak mesti melupakan rumah
meski luka kerap memaksa lupa
kelak, kapan hendak kembali
jalan lama masih sama
terbentang di antara dua cerita yang berbeda
datanglah kepada kenangan yang mengeliat di kepala
datanglah sebagai tubuh yang berpeluh tawa
menjinjing seransel suka-cita dan nyala api di tangan lainnya
meski ombak di tepian menggerus karang
meski jarum patah untuk menjahit luka
berdayunglah, dayung dengan kegilaan
ombak akan tenang sendiri
luka akan kering sendiri
percayalah